Memperbaiki Karakter Anak Hanya Dalam 10 Menit
(Much. Nasrulloh, ST)
JIWA ANAK SEPERTI KERTAS PUTIH BERSIH
Ayah Bunda, pasti istilah seperti diatas, sering kali
kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Baik disampaikan oleh orang awam,
guru, dosen, bahkan praktisi dibidang psikologi anak.
Anggapan anak seperti kertas putih bersih, menunjukkan
bahwa jiwa anak tinggal ditulis apa saja yang orang tua mau, maka anak akan
menjadi sesuai keinginan orang tua. Tapi, apakah benar setiap anak berperilaku,
bertindak seperti apa yang orang tua inginkan? Saya yakin banyak yang menjawab
: TIDAK.
Mengapa anak sering kali lebih terpengaruh oleh apa
yang dilihatnya, apa yang
didengarnya, apa yang dilakukan kawan-kawannya, dan
lain sebagainya. Sementara nasihat orang tua seringkali malah tidak didengarkan
oleh anak.
Sebenarnya, seperti apa cara yang benar “menulis
kertas putih” pada jiwa anak kita, sehingga mereka akan menjadi anak-anak yang
sesuai dengan karakter yang orang tua inginkan.
TAHAP AWAL
Sebelum membahas masalah tersebut secara mendalam,
kita akan mengawalinya dengan dasar-dasarnya terlebih dahulu. Menurut penelitian ilmiah, bahwa ketika bayi
dikandungan dan sudah berumur 4 bulan, maka fungsi otak dan indra sudah mulai bekerja.
Apa yang dirasakan oleh ibunya, juga bisa dirasakan
oleh anaknhya. Apa yang terjadi disekitarnya, bayi sudah mampu mendengarnya.Ditahap ini, Ibu hamil sebaiknya dihindarkan dari
hal-hal yang bersifat menakutkan, mencemaskan, menyedihkan, dan berbagai
perasaan negatif lainnya. Karena ini akan juga berpengaruh kepada kondisi
kejiwaan anak nantinya.
Tontonan, bacaan, pembicaraan dari ibu juga harus
dijaga betul. Seorang ibu harus sangat memperhatikan hal ini. Seorang ibu
haruslah memperbanyak tontonan bermanfaat seperti tilawah Al-Qur’an, Pengajian,
dll. Haruslah dihindari seorang ibu hamil melihat tontonan yang berbau
kekerasan, kedengkian, iri hati, ataupun menguras perasaan kesedihan, ini sangat berbahaya dalam tumbuh kembang kejiwaan anak.
Kenapa ini perlu ditekankan? Karena tontonan di televisi saat ini sebagian
besarnya tidak mendidik, berisi kekerasan, kedengkian, kemarahan, kelicikan,
kesedihan, dan sebagainya. Jika Ibu hamil mendengar dan menonton hal negative
seperti ini, selain akan mempengaruhi psikologis dari ibu juga akan berpengaruh
besar kepada bayi yang dikandungnya. Jadi jangan heran, jika anak-anak sekarang
banyak yang berperilaku dan suka berkata kasar, mudah marah, pendendam, iri
hati, dengki, dan lain sebagainya.
Apakah Ayah Bunda ingin putranya seperti itu? Jika
tidak, maka mulai sekarang, selektiflah dalam melihat tontonan dan dalam
pembicaraan.
Anak adalah permata paling berharga bagi orang tua,
tentu ayah bunda jika memang mengutamakan putranya, maka mau berkorban dengan
menghindari tontonan tidak mendidik dan menggantinya dengan tontonan-tontonan
yang mendidik.Kondisi ini, yaitu pengaruh tontonan, perkataan dan
perilaku disekitarnya akan sangat berpengaruh hingga anak mencapai tahap
remaja.
TAHAP ANAK DAN REMAJA
Menurut ilmu psikologi, ada tahap-tahap pertumbuhan
pada anak, yaitu:
1. Fase Kanak-kanak, yaitu pada umur 0 – 14 tahun
2. Fase Remaja, yaitu pada umur 14 – 21 tahun
3. Fase dewasa yaitu diatas 21 tahun.
Pada kesempatan ini, saya akan membahas sekaligus,
tentang masa kanak-kanak dan remaja.
Pada tahapan ini, anak/remaja masih belum mampu
menggunakan logika dengan baik untuk suatu pengambilan keputusan atas sikap,
perkataan dan perbuatan. Pada tahapan ini, pengaruh keluarga dan teman
sepermainan akan sangat menentukan sikap dan perilaku anak/remaja. Sehingga,
besarnya pengaruh keluarga dan teman sepermainan, harus betul-betul dalam
arahan yang tepat.
Jika keluarga gagal membentuk suasana yang aman,
nyaman, bagi anak/remaja, maka dapat dipastikan anak akan lebih memilih
mengikuti teman-temannya.
KENALI POLA BERPIKIR ANAK
Karena begitu kuatnya pengaruh lingkungan keluarga,
juga lingkungan bermain, maka hal ini akan membentuk karakter anak/remaja.
Sehingga, ketika dari lingkungan itu anak mendapatkan pendidikan yang salah,
mengakibatkan karakter negatif akan melekat kuat pada
diri anak/remaja.
Mengapa seringkali anak tidak mau mendengarkan nasihat
orang tua dan lebih menuruti dan mengikuti kata-kata temannya? Pernah mengalami
hal seperti ini, ayah bunda?
Anak biasanya lebih terpengaruh perbuatan dan
kata-kata negatif dari teman sepermainannya.
Tampil urakan, suka bolos sekolah, merokok, mencuri,
berkelahi, suka mengganggu teman dan lain sebagainya. Banyak perbuatan negatif
yang dilakukan anak / remaja yang orang tua sangat melarangnya, tapi anak malah
melakukannya.
Kenapa anak bertindak seperti itu? INILAH KUNCI YANG
HARUS ANDA PAHAMI!
Anak/Remaja berpikir dan bertindak berdasarkan
PERASAAN, bukan berdasarkan LOGIKA. Sedangkan orang dewasa berpikir berdasarkan
LOGIKA bukan PERASAAN.
Jadi selama ini, seringkali Orang tua berkomunikasi
dengan Pola Pikir Logika, sementara anak mencernanya dengan Pola Pikir
Perasaan.
Banyak orang tua marah-marah, bahkan memukul dan
menghukum anak, berharap nasihat-nasihatnya bisa diterima oleh anak. Tapi
apakah cara ini berhasil? TIDAK.
Kalaupun anak mengikuti, maka didalam hatinya akan ada
keterpaksaan, dan terselip kebencian kepada orang tuanya.
Ada orang tua marah-marah seperti ini:
1. Kamu bolos
sekolah tiap hari, mau jadi apa kamu nanti! Apa kamu mau masa depanmu hancur!
Awas kalau bolos lagi! Bapak tidak akan kasih uang jajan lagi!
2. Kamu jadi anak nakal! Kerjaanya berkelahi! Apa kamu
mau jadi preman? Awas kamu kalau masih berkelahi lagi! Bapak akan kurung kamu dikamar
mandi!
3. Dasar anak malas! Tiap hari kerjanya main, nonton
tivi! Lihat, nilaimu jeblok! Awas kalau masih suka main dan nonton tivi, ibu ga
akan kasih kamu uang jajan lagi!
Dan berbagai ungkapan sejenis. Tapi apakah cara itu
berhasil? Mungkin sementara waktu berhasil, tapi anak kembali akan melanggar
apa yang ayah bunda larang. Anak malah akan semakin jauh dari ayah bundanya.
Dan anak akan mencari pelarian kepada kawan-kawannya.
Ini semua terjadi karena orang tua berbicara kepada
anak dengan LOGIKA, dan anak menerimanya dengan PERASAAN. Jadinya tidak
nyambung sama sekali. Mau semasuk akal apapun yang orang tua katakan, tidak
akan mampu dipahami oleh anak. Anak hanya mengerti apa yang dirasakannya. Dan
saat anda marah-marah kepada anak, entah apapun yang anda katakana, didalam
pikiran anak yang terpikir adalah “rasa ketakutan, rasa marah, rasa jengkel, rasa tidak disayang, rasa tidak
dimengerti, rasa dibenci, rasa tidak diterima, rasa tidak dibuang, dan lain
sebagainya.
Jadi yang menjadi focus anak adalah perasaan, bukan
nasihat logis ayah bundanya. Anak ingin dimengerti, anak ingin disayangi, anak
ingin diterima, anak ingin dilindungi, anak ingin diakui, semua yang diinginkan
anak/remaja adalah yang berkaitan dengan perasaan. Bukan pejelasan logika nanti
akan jadi preman, masa depan suram, dibenci masyarakat, dll.
Jadi selama ayah bunda berkomunikasi menggunakan
LOGIKA, selama itu pula nasihat ayah bunda tidak akan didengarkan oleh anak. Kenapa anak lebih cenderung mendengar nasihat dari
teman sebayanya? Karena mereka sama-sama masih anak/remaja, sama-sama berkomunikasi
dengan perasaan, sehingga kawan lebih mau mengerti, lebih mau menerima, dan
nasihat dari kawannya cenderung apa yang akan membuat nyaman dan aman bagi si
anak tersebut.
Jika anda ingin komunikasi anda bisa “nyambung” dengan
anak, maka pilihannya hanya satu: Berkomunikasilah dengan perasaan.
TEKNIK KOMUNIKASI
Anda tidak perlu memarahi anak, anda tidak perlu
mengancam dan menghukum anak. Dengan cara berkomunikasi yang benar, yakni
dengan komunikasi perasaan, maka apa yang anda katakan akan dituruti oleh anak
dengan sukarela, dengan sukacita, dengan perasaan bahagia. Dengan menggunakan komunikasi menggunakan perasaan,
anak akan lebih mengutamakan keluarganya, bukan teman-temannya, sehingga anak
akan lebih bisa diarahkan sesuai keinginan orang tuanya.
Mengapa bisa demikian? Karena ketika anda
berkomunikasi dengan perasaan, anak akan merasa nyaman, aman, diterima,
disayangi, diakui, dimengerti. Jika semua itu sudah didapatkan anak dari
keluarganya, dari ayah bundanya, maka anak tidak membutuhkan
pengakuan-pengakuan itu dari kawan-kawannya yang mengajak pada perilaku
negatif. Caranya bagaimana berkomunikasi dengan bahasa
perasaan?
Ada beberapa langkah yang harus anda ikuti sebelum berkomunikasi dengan anak, diantaranya saya singkat
saja:
1. Jangan langsung mempersalahkan anak karena anak
berbuat salah. Apa anak berbuat salah tidak diperingatkan? Iya, dinasehati,
tapi ada caranya yang benar.
2. Jangan pernah mengatakan anak anda NAKAL, PEMALAS,
dan berbagai sifat negative lainnya. Kalaupun mau menasehati nanti, jangan
mengatakan : Kamu nakal atau Kamu pemalas, tapi gunakan kalimat positif: kamu
jadi anak yang baik atau kamu jadi anak yang rajin. Anda harus yakin betul, bahwa pada dasarnya semua anak
itu baik.
3. Anda harus mengakui, bahwa anak bersikap salah
selama ini, ada kontribusi anda didalamnya. Yaitu, karena anda selama ini tidak
mampu memberikan pendidikan yang benar, tidak mampu berkomunikasi yang benar,
tidak memberikan rasa aman, rasa nyaman, rasa diterima, rasa diakui, rasa
disayang, dan rasa dimengerti. Anak kering perasaaan-perasaan itu dari orang
tuanya, sehingga anak cenderung mencari perasaan-perasaan itu dari yang
lainnya, seperti teman-temannya.
Karena ada kontribusi orang tua yang ikut “bersalah”
didalam tumbuh kembang psikologis anak, maka orang tua harus mau berlapang dada
untuk mau meminta maaf kepada anak dan mengakui kelalaiannya selama ini.
Langkah-langkah yang harus ayah bunda lakukan ketika
anak sudah terlanjut banyak melakukan hal negatif, diantaranya adalah:
1. Datangi anak anda, bilang kalau anda mau meminta
maaf, kemudian peluklah erat anak anda, dan ungkapkan permintaan maaf yang
paling tulus kepada anak anda. Contohnya: “Nak, ayah dan bunda minta maaf,
selama ini sering menganggap adik anak nakal, suka memarahi adik, suka
menghukum adik. Ayah dan bunda minta maaf, karena adik berbuat seperti itu
pasti karena adik tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ayah bunda.
Ayah bunda berjanji, mulai sekarang, ayah bunda akan lebih memperhatikan adik,
lebih menyayangimu adik. Maafkan ayah dan bunda yang sering membandingkan adik dengan
teman-temanmu yang lain. Ayah bunda sadar, kalau adik sebenarnya anak yang
baik, adik anak yang menurut, adik anak yang rajin. Adik mau khan memaafkan
ayah dan bunda?”
2. Biasanya pada tahap pertama, karena begitu tulus
anda meminta maaf dan sangat ingin anak anda menjadi anak yang baik, maka
biasanya ayah bunda dan anak anda akan larut dalam keharuan, dalam tangis yang
penuh dengan kasih sayang.
Ketika anak sudah mau memberi maaf, katakana pada
anak anda:
”Adik, ayah janji untuk lebih mengerti dan lebih menyayangi adik. Apa
adik juga mau berjanji, mulai sekarang lebih menyayangi ayah bunda?”
“Ayah dan
bunda mulai sekarang akan lebih perhatian kepada adik, adik mau ga mulai sekarang juga berjanji untuk lebih memperhatikan
kata-kata ayah dan bunda?”
“Ayah bunda berjanji tidak akan marah lagi sama adik,
adik mau janji juga, tidak akan marah lagi sama ayah bunda?” Tunggu anak
menjawab:”Ya” dari setiap pertanyaan anda.
Ingat, sampai tahapan ini, jangan terburu nafsu untuk
mengejar kesalahan anak. Jadi, jangan membahas tentang kesalahan-kesalahan
anak.
Sampai proses ini, akan sudah mengalami perubahan yang
luar biasa. Baik dari perkataan, dan perbuatannya.
3. Selanjutnya, setiap hari, biasakan menyentuh anak,
memberikan pelukan dan ciuman untuk anak, mengajak pada kegiatan-kegiatan yang
baik, seperti membangunkan sholat subuh dan mengajak ke mesjid, jangan
dilakukan dengan kekerasan, tapi ajak dengan kelembutan. Karena sebelumnya
sudah tersetting dengan cara nomor 1 dan 2, maka anak tidak akan sesulit dahulu
waktu masih belum berubah.
4. Setelah terbiasa melakukan kegiatan bersama
keluarga, lama2 nasehatilah hal-hal yang memang perlu anak lakukan, dan yang
perlu dihindari. Sampaikan dengan duduk bersama, bercengkrama, dan dengan
bahasa yang halus serta dalam suasana yang nyaman bagi anak.
5. Jika hal-hal baik itu berlangsung setiap hari,
nanti pada akhirnya akan menjadi kebiasaan, ketika sudah menjadi kebiasaan,
maka akan menjadi kepribadian. Dan ketika sudah menjadi kepribadian, maka anda
sudah tidak perlu terlalu khawatir lagi pada anak anda ketika harus jauh dari
orang tua, karena anak sekarang sudah bisa menjaga diri dengan baik.
Demikian, tulisan singkat tentang parenting ini.
Silakan dipraktekkan, sudah sangat banyak yang berhasil menggunakan teknik ini.
Asal dilakukan dengan penuh ketulusan, maka anda tidak akan mengalami kesulitan
untuk merubah karakter negatif dari anak anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar